Sidang Lanjutan Kasus Korupsi Budi Said, Rekayasa Jual Beli Emas Antam
“Harga Antam yang terendah Rp 590 (juta) sekian Pak, karena sudah ada naik Rp 600 juta lebih,”
Eksi Anggraeni
Saksi/broker pembelian emas Budi Said
HMO, Sidang kasus dugaan korupsi rekayasa jual beli emas PT. Antam dengan terdakwa Budi Said kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 28 Oktober 2024 dan Selasa 29 Oktober 2024. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi.
Adapun empat orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Eksi Anggraeni, seorang perantara (broker) pembelian emas jumbo Budi Said di PT Aneka Tambang Tbk. Selanjutnya, Endang Kumoro selaku Kepala Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01, Ahmad Purwanto selaku general trading manufacturing and service senior officer, serta Misdianto selaku bagian administrasi kantor atau back office Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01.
Sidang nomor perkara 78/Pid.Sus.TPK/2024/PNJkt.Pst ini di mulai pada sekitar pukul 11.30 WIB di ruang Kusuma Atmadja PN Jakarta Pusat. Keempat saksi tersebut diperiksa secara terpisah.
Dalam keterangannya Eksi Anggraeni mengaku bahwa dirinya diminta pengusaha Budi Said untuk membuat surat keterangan kekurangan serah terima emas sejumlah 1.136 kg atau 1.13 ton emas dari BELM Surabaya 01 ANTAM.
Bahwa dirinya mengaku diarahkan oleh Budi Said melalui telepon untuk mencatat semua rincian transaksi, faktur, jumlah hingga tanggal pada surat keterangan itu.
“sekitar Oktober-November itu saya ditelepon oleh Pak Budi Said untuk mencatat semua transaksi yang berkaitan dengan pembelian emas,” kata Eksi Anggraeni
Selanjutnya Eksi Anggraeni mengatakan bahwa setelah surat keterangan selesai dibuat, dirinya datang ke BELM Surabaya 01 untuk meminta surat keterangan tersebut kepada Kepala Butik, Endang Kumoro, akan tetapi yang bersangkutan sedang umroh.
Eksi Anggraeni lalu melanjutkan datang ke ke Butik Surabaya
dengan menemui Ahmad Purwanto selaku pejabat di butik dan Misdianto yang merupakan pegawai administrasi. Kemudian Eksi Anggraeni menyampaikan bahwa surat keterangan tersebut adalah permintaan dari Budi Said.
“Saya bilang, ini ada permintaan dari Pak Budi Said untuk meminta surat keterangan, ini catatannya. Kan saya telepon di depan mereka waktu itu langsung dibuatkan sama Pak Ahmad waktu itu,” kata Eksi Anggraeni
setelah surat keterangan tersebut jadi, Eksi kemudian menyerahkan surat kepada terdakwa Budi Said. Akan tetapi karena tidak ada tandatangan Endang Kumoro selaku Kepala BELM Surabaya 01 PT Antam terdakwa Budi Said menolak menerima surat tersebut. Setelah Endang kembali dari umroh, Eksi kembali ke butik untuk meminta surat yang sama dengan tanda tangan Endang.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukkan bukti surat bertanggal 16 November 2018, harga emas yang tercantum adalah Rp 505 juta per kilogram. Eksi menyebutkan tak ada faktur pembelian emas ke PT Antam dengan harga tersebut pada 2018.
“Harga Antam yang terendah Rp 590 (juta) sekian Pak, karena sudah ada naik Rp 600 juta lebih,” jawab Eksi Anggraeni
Kemudian terungkap di persidangan bahwa surat keterangan ini dipakai oleh terdakwa Budi Said untuk mengajukan gugatan perdata terhadap PT. Antam dengan dalih baru menerima 5.935 kg dari total pembelian 7.071 kg emas yang dibeli dengan harga diskon dari PT. Antam tersebut, sehingga terdapat kekurangan serah emas sebanyak 1.136 kg atau 1,13 ton.
Dalam persidangan hari Senin 28 Oktober 2024 terungkap juga Modus rekayasa jual beli emas PT Antam, bahwa emas batangan PT. Antam dikirimkan melalui Rahmat Suryono ke rumah terdakwa Budi Said. Disebutkan bahwa tiga kali dalam sebulan Rahmat Suryono mengantarkan emas batangan tersebut. Padahal Rahmat Suryono bukanlah pegawai PT. Antam melainkan anak buah dari Eksi Anggaraeni.
Ada dua transaksi yang dilakukan oleh Crazy Rich Budi Said, yaitu
- Tranksaksi pertama, membeli 100 kilogram emas dengan harga Rp 25.251.979.000. terdapat selisih emas sebesar 58,135 kilogram yang belum dibayar.
- Transaksi kedua, membeli 5,9 ton emas seharga Rp 3.593.672.055.000
Akibat dari perbuatan terdakwa Budi Said, diduga Negara mengalami kerugian sebesar Rp 1,16 triliun, yaitu Rp 92.257.257.820 dari pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 dari pembelian kedua.
Atas perbuatannya, terdakwa Budi Said dijerat primair Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Kemudian, Budi Said juga diancam dengan pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar
Pewarta: Muhammad AY
Copyright © HMO 2024