Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tangkap Rina Pertiwi Eks Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur
“Suap kepada RP diberiksan AS melalui saksi DR dalam bentuk cek yang dicairkan oleh saksi DR atas perintah tersangka RP”
Syarief Sulaiman Nahdi
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta
HMO, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Rabu 30 Oktober 2024 menangkap Rina Pertiwi (RP) eks panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur atas dugaan suap terkait dengan eksekusi sita uang senilai Rp 244,6 miliar milik PT Pertamina dalam sengketa tanah di Jl Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. .
Dalam siaran persnya di Jakarta Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, mengatakan tersangka Rina Pertiwi berperan sebagai panitera di Pengadilan Jakarta Timur pada 2020 – 2022 diduga menerima suap sebesar Rp. 1 milyar dari terpidan Ali Sofyan (AS).
Uang tersebut diberikan untuk mempercepat proses eksekusi atas proses eksekusi atas putusan perkara Peninjauan Kembali 795.PK/PDT/2019 yang mewajibkan PT.Pertamina (Persero) membayar ganti rugi senilai Rp. 244,6 milyar kepada ahli waris pemilik tanah, yaitu terpidana Ali Sofyan (AS)
Syahron Hasibuan juga mengatakan bahwa penahanan yang dilakukan Kejati DKI Jakarta terhadap Rina Pertiwi (RP) ini adalah untuk manangani dan menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi yang melibat aktor dan oknum peradilan
Hal senada juga disampaikan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta, Syarief Sulaiman Nahdi yang menerangkan bahwa kasus ini berawal dari penuntasan kasus lain yang sedang ditangani oleh kejaksaan. Kemudian tersangka Rina Pertiwi (RP), yang menjadi panitera PN Jakarta timur 2020-2022 menerima uang dari tersangka Ali Sofyan (AS) yang pada saat tersebut adalah berstatus terpidana.
Uang yang diterima tersebut diberikan kepada tersangka Rina Pertiwi (RP) melalui peran saksi Dede Rahmana (DR). oleh saksi Dede Rahmana (DR) diserahkan secara bertahap melalui transfer, dan tunai.
“Suap kepada RP diberiksan AS melalui saksi DR dalam bentuk cek yang dicairkan oleh saksi DR atas perintah tersangka RP” kata Syarief Sulaiman Nahdi
Dalam peristiwa sebelumnya, yaitu bermula dari konflik mengenai lahan seluas 1,2 hektare di Jl Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur antara PT Pertamina dengan seorang bernama Ali Sofyan. Pertamina membangun Maritime Training Center (MTC) diatas tanah tersebut. Luas tanah yang dipakai oleh pertamina untuk membangun Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4 ribu meter persegi. Kemudian PT Pertamina juga membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) seluas 4 ribu meter persegi dan 20 (dua puluh) unit rumah dinas.
Kemudian pada sekitar tahun 2014, Ali Sofyan mengaku sebagai pemilik lahan tersebut, dia mengaku memiliki bukti yaitu berupa Verponding Indonesia No. C 178, Verponding Indonesia No. C 22 dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi No. 28. Dalam pengakuannya Ali Sofyan juga menerangkan bahwa lahan tersebut adalah warisan dari ayahnya, A. Supandi.
Oleh karenanya atas dasar bukti tersebut Ali Sofyan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ali Sofyan memenangkan semua proses tingkat gugatan, yaitu dari tingkat pertama sampai dengan tingkat Peninjauan Kembali (PK) 2019. Dan memerintahkan Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar kepada Ali Sofyan.
Kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Timur melakukan proses penyitaan terhadap uang milik PT Pertamina. Selanjutnya Pada 2022, Kejati DKI Jakarta menetapkan Ali Sofyan sebagai tersangka mengenai gratifikasi dilakukan terhadap Rina Pertiwi. Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juli 2023, Ali Sofyan dinyatakan bersalah.
Atas perbuatannya, tersangka Rina Pertiwi (RP) diduga telah melanggar Pasal 12 huruf b, Pasal 11, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah melalui Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Atas Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pewarta: Muhammad AY
Copyright © HMO 2024