
“Amar putusan menolak permohonan provisi pemohon. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,”
Suhartoyo
Ketua Mahkamah Konstitusi
HMO, Uji materi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor yang diajukan Antonius NS Kosasih tersangka dalam kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen (Persero) pada 2019 ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa pasal-pasal yang dimohon judicial review oleh pemohon Antonius NS Kosasih tersebut telah memberikan kepastian hukum.
Dalam Amar putusannya yang dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di muka sidang di gedung MK pada Rabu, 16 Oktober 2024, bahwa menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
“Amar putusan menolak permohonan provisi pemohon. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo
Dalam pokok perkara judicial review yang diajukan Antonius NS Kosasih menyatakan materi muatan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 dan Tambahan Lembaran Negara setelah Putusan Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kemudian didalam provisinya judicial review yang diajukan Antonius NS Kosasih menyatakan Memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menunda menjalankan tindakan penyidikan dan upaya paksa terhadap Pemohon berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
Adapun untuk provisi dan dalam pokok perkara, Antonius NS Kosasih dalam petitumnya meminta kepada majelis hakim untuk mengabul permohonannya secara keseluruhan.
Dalam putusannya MK menolak provisi atau putusan sela yang diajukan pemohon judicial review. MK menyatakan bahwa unsur perbuatan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1) yang digugat itu mempunyai arti makna yang sama dengan unsur menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang terdapat dalam norma Pasal 3 Undang-Undang Tipikor
Hakim MK Enny juga mengatakan bahwa norma kedua pasal tersebut tidak serta-merta dapat menimbulkan adanya ketidakpastian hukum. Apabila norma tersebut diartikan secara parsial, maka akan diperoleh tafsiran seolah-olah dengan tidak terdapatnya rumusan unsur actus reus berupa perbuatan fisik atau tindakan konkret yang dapat dideskripsikan sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi unsur melawan hukum, dan merugikan keuangan atau perekonomian Negara.
Kemudian alasan pemohon yang merasa khawatir Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor berpotensi dapat disalahgunakan para penegak hukum. Hal tersebut juga ditolak olek MK, secara tegas MK menyatakan bahwa mekanisme kontrol proses penegakan hukum lewat praperadilan sudah ada dalam aturan.
Sebelumnya, Antonius NS Kosasih menyatakan bahwa adanya kontradiksi putusan pengadilan dan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Inpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Antonius NS Kosasih juga memohon kepada MK agar menyatakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PPU-XIV/2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pemohon judicial review Antonius NS Kosasih adalah mantan Direktur Utama PT Taspen ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam dugaan investasi fiktif dengan nilai Rp1 triliun yang diinvestasikan oleh Taspen dari dana kelolaannya pada tahun anggaran 2019.
Bunyi Pasal 2 Ayat (1) UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Bunyi Pasal 3 UU Tipikor UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pewarta: Muhammad AY
Copyright © HMO 2024