“Saudara bilang enggak tahu landak itu binatang yang dilindungi, kalau tahu dilindungi apa yang saudara lakukan?”
Pertanyaan Hakim Ida Bagus Bamadewa Patiputra kepada Sukena.
Jakarta, Nyoman Sukena warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kabupaten Badung, Bali ditangkap Polda Bali karena memelihara 4 ekor Landak jawa, satwa yang statusnya dilindungi. Penangkapan tersebut terjadi pada 4 Maret 2024 atas laporan masyarakat.
Jenis Landak yang dipelihara oleh Sukena adalah jenis Landak Jawa atau Hysterix javanica yang merupakan hewan jenis pengerat dari suku Hystricidae yang juga merupakan hewan endemik dari Indonesia. Landak jawa banyak ditemukan di hutan, dataran rendah, kaki bukit, dan area pertanian.
Landak tersebut merupakan satwa liar yang di lindungi.
Delik yang disangkakan pada Noman Sukena yaitu melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE) dan terancam hukuman lima tahun penjara.
Bunyi Pasal 21 ayat 2 a
Setiap orang dilarang untuk:
a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
Pasal 40 ayat 2
Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sidang kasus ini sudah digelar sejak 29 Agustus 2024 lalu di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali. Hingga pada persidangan pada kamis 12 September 2024 ditemukan fakta persidangan bahwa I Nyoman Sukena tidak mengetahui bahwa Landak Jawa tersebut adalah satwa yang di lindungi.
Ketua Majelis Hakim Ida Bagus Bamadewa Patiputra bertanya kepada I Nyoman Sukena dalam persidangan “Saudara bilang enggak tahu landak itu binatang yang dilindungi, kalau tahu dilindungi apa yang saudara lakukan?”
Dijawab oleh I Nyoman Sukena “Mungkin saya lepas aja ke alam Yang Mulia.”
Kemana Restotarif Justice?
Majelis Hakim meminta JPU untuk menerapkan Restoratif Justice (RJ) dalam kasus ini walaupun dalam kasus ini korbannya adalah satwa yang dilindungi.
Selanjutnya hakim juga menyatakan bahwa hukum bisa berlaku secara represif apabila warga melakukan pembangkangan.
Sejatinya Kajati Bali dapat melakukan pemberhentian kasus ini melalui pendekatan Restotarive Justice, akan tetapi dengan menggunakan alasan bahwa Kejaksaan RI hingga kini belum mempunyai petunjuk teknis operasional terkait pelaksanaan keadilan restoratif terkait UU tersebut maka restorative justice ini tak bisa dilakukan terhadap kasus I Nyoman Sukena.
Kemudian Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa I Nyoman Sukena, Ketua Majelis Ida Bagus Bamadewa Patiputra menyatakan berdasarkan pertimbangan majelis hakim maka diputuskan pengalihan penahanan sejak 12 September sampai 21 September 2024 dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah.
Dalam pertimbangan hakim menyatakan bahwa Nyoman Sukena merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Oleh karena majelis hakim mengabulkan permohonan penangguhan tersebut.
Disamping itu hakim juga menyatakan ada beberapa surat permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan yang telah diterimanya antara lain yang diajukan oleh Penasehat hukum terdakwa, yang diajukan oleh Pemerintah Desa Bongkasa Pertiwi dan anggota Komisi VI DPR RI atas nama Rieke Diah Pitaloka.
Pewarta: Muhammad AY
Copyright © HMO 2024